.jpg)
Tulungagung — Menonton drama Korea bisa jadi candu. Tapi bagi Aimumatus Sa’idah, atau akrab disapa Ima, drama Korea justru jadi jalan juang menuju gelar sarjana. Mahasiswi asal Haurgeulis, Indramayu ini bukan hanya penikmat K-Drama, tapi juga “pengalih makna” dari layar kaca ke lembar akademik.
Alumni MA Nurul Hikmah Haurgeulis Angkatan 29 ini baru saja menuntaskan studinya di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Jawa Timur, dengan jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Yang membuat perjalanan studinya menarik adalah judul skripsinya yang tidak biasa:
“Representasi Integritas Melalui Penokohan Woo Young-woo dalam Drama Korea Extraordinary Attorney Woo.”
Ya, tokoh pengacara jenius penyandang autisme dalam drama hits Korea itu menjadi pusat kajian Ima dalam skripsinya. "Saya ingin mengangkat bagaimana integritas bisa dikenalkan lewat budaya populer," ujarnya. Dan siapa bilang skripsi itu harus selalu serius dan kaku?
Namun, jangan bayangkan prosesnya semudah maraton drama semalaman. Ima menggambarkan perjuangannya seperti naik roller coaster bersemangat di awal, lalu jungkir balik dihajar revisi. Berkali-kali ia harus menulis ulang, merombak isi, dan menahan tangis saat malam terasa panjang, hanya ditemani cahaya laptop dan tumpukan referensi.
"Ada masa saya ingin menyerah. Tapi karena saya suka dramanya, menontonnya jadi tidak terasa seperti tugas. Justru terasa seperti menjelajahi sesuatu yang sudah saya cintai sejak lama," tutur Ima.
Setiap revisi bukan akhir dunia. Baginya, itu seperti jembatan menuju skripsi yang lebih matang dan bermakna. Dan ketika titik terakhir itu akhirnya ditulis, Ima tak hanya merasa lega, tapi juga terharu. Skripsi itu, katanya, bukan hanya karya ilmiah, tapi cermin perjalanan panjang tentang kesabaran, keteguhan, dan keberanian untuk tidak menyerah meski diuji oleh waktu dan keraguan.
Ia juga menyampaikan terima kasih mendalam kepada orang tua, keluarga, dan sahabat yang selalu menjadi jangkar saat badai datang menerpa. “Thank you for all the love and support you have given me,” ucapnya penuh haru.
Lalu, apa rencana Ima setelah ini?
Tak muluk-muluk. Ia ingin bekerja di bidang yang sesuai dengan ilmunya—komunikasi dan penyiaran—untuk mengasah keterampilan sekaligus mengabdi lewat profesi. Atau, membuka usaha kecil-kecilan yang bisa tumbuh besar seiring waktu. “Tidak perlu sempurna. Yang penting mulai, dan konsisten. Hal kecil pun bisa jadi besar kalau dijalani dengan sungguh-sungguh,” katanya optimis.
Ima dan kisahnya adalah bukti bahwa minat pribadi, jika dipadukan dengan kerja keras dan semangat belajar, bisa menjadi jalan menuju masa depan yang cerah. Dan siapa tahu, skripsi rasa drama ini akan menginspirasi banyak orang untuk percaya: bahwa belajar bisa menyenangkan, dan impian bisa dimulai dari hal yang kita cintai.